MAKALAH PENDIDIKAN EKSTRAKULIKULER

KATA PENGANTAR
Pendidikan menjadi tumpuan harapan bagi penigkata kualitas sumber daya manusaia ( SDM ) bagi bangsa indonesaia. Pendidikan menjadi sarana bagi pembentukan intelektualitas, bakat, budi pekerti,/ akhlak serta kecakapan peserta didik. Atas pertimbangan inilah selayakknya semua pihak perlu memberikan perhatian secara maksimal terhadap bidang pendidikan. Perhatian tersebut antara lain direalisasikan melalui kerja keras secara continue dalam memperbaharui dan meningkatkan kualitas pendidikan dari waktu ke waktu. Melalui cara demikian, pendidikan diharapkan mampu menjawab aneka macam kebutuhan, tuntutan dan permasalahan yang tengah di hadapi masyarakat. Dunia pendidikan di masa depan memang di tuntut untuk lebih dekat lagi dengan realitas dan permasalahan hidup yang tengah di himpit masyarakat. Ungkapan school is mirror society ( Sekolah/ lembaga pendidikann adalah cermin masyarakat ) seyogyanya benar-benar mewarnai proses pendidikan yang sedang berlangsung. Sebagai konsekuensinya, lembaga pendidikan harus ikut berperan akatif dalam memecahkan problem sosial yang tengah di hadapi oleh masyarakat di jaman sekarang ini. Begitu juga dengan pendidikan ekstrakulikuler yang sekarang banyak menjadi bahan perbincangan banyak pihak karena juga termasuk dalam proses dari pendidikan pengembangan diri. Proses pendidikan ekstrakulikuler sangat berbeda dengan pendidikan formal pada umunnya karena di dalam pendidikan ekstrakulikuler menggabungkan beberapa aspek yang cakap untuk pengembangan diri peserta didik. Dari sinilah penulis akan membahas sedikit tentang pendidikan ekstrakulikuler yang mudah-mudahan bisa menjadikan manfaat dan kemaslahatan bagi semua pembaca.  
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan pendidikan sebagaimana yang termuat dalam Undang-undang Sisdiknas dapat kita pahami secara jelas bahwa, tujuan pendidikan yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggug jawab (UU Sisdiknas.2003: 8). Semua tujuan yang hendak dicapai tersebut akan dapat berhasil bila semua unsur mendukugnya yaitu unsur pendidik, lembaga pendidikan, orang tua siswa dan siswa itu sendiri serta masyarakat ligkungan sekitar. Keberhasilan seseorang (siswa) dalam belajar ditandai dengan adanya perubahan sikap dan tingkah laku. Perubahan tersebut sangat mendukung keberhasilan seseorang dalam hidup bermasyarakat. Orientasi pendidikan yang cenderung melupakan pengembangan dimensi nilai ( Affective domein ) telah merugikan peserta didik secara individual maupun kolektif. Tendensi yang muncul adalah, peserta didik akan mengetahui banyak tentang sesuatu, namun ia menjadi kurang memiliki system nilai, sikap, minat maupun apresiasi secara positif terhadap apa yang diketahui. Anak akan mengalami perkembangan intelektual tidak seimbang dengan kematangan kepribadian sehingga melahirkan sosok spesialis yang kurang peduli dengan lingkungan sekitarnya dan rentan mengalami distorsi nilai, sebagai dampaknya, peserta didik akan mudah tergelincir dalam praktik pelanggaran moral karena system nilai yang seharusnya menjadi standard atau patokan berperilaku sehari-hari belum begitu kokoh. Pada umumnya pendidikan bertujuan untuk menyediakan lingkungan yang memungkinkan siswa didik untuk mengembangkan potensi, bakat dan kemampuannya secara optimal, sehingga mereka mampu mewujudkan dirinya dan berfungsi sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pribadinya maupun kebutuhan masyarakat. (Utami Munandar, 2002 : 4). Setiap orang mempunyai potensi yang berbeda-beda dan oleh karenanya membutuhkan layanan pendidikan yang berbeda pula. Pendidikan bertanggung jawab untuk memandu (artinya mengidentifikasi dan membina) dan memupuk (artinya mengembangkan dan meningkatkan) potensi-potensi tersebut secara utuh. Oleh karena itu peserta didik perlu wadah atau sarana untuk meningkatkan kreatifitas dan pola fikir mereka dalam menghadapi perkembangan sosial ynag terjadi pada masyarakat sekarang ini diantaranya adalah kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler diharapkan dapat memenuhi kebutuhan yang diminati siswa untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman terhadap berbagai mata pelajaran yang pada suatu saat nanti bermanfaat bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kegiatan ekstrakurikuler dikembangkan pengalaman – pengalaman yang bersifat nyata yang dapat membawa siswa pada kesadaran atas pribadi, sesama, lingkungan dan Tuhan-nya, dengan kata lain bahwa kegiatan ektrakurikuler dapat meningkatkan Emotional Qoutient (EQ) siswa yang di dalamnya terdapat aspek kecerdasan sosial/kompetensi sosial. Pengembangan EQ dewasa ini menjadi lebih mengedepan. Dari hasil penelitian Daniel Goleman dikatakan bahwa keberhasilan seseorang di masyarakat sebagian besar ditentukan oleh 80 % kecerdasan emosi (EQ) dan hanya 20% ditentukan oleh factor kecerdasan kognitip (IQ) (Ratna Megawangi, 2004 : 47). Berdasar hasil penelitian Goleman ini penulis menganggap bahwa penanaman nilai baik nilai moral maupun nilai sosial perlu dikembangkan di dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler yang pelaksanaan kegiatannya lebih mengarah pada pemberian pengalaman – pengalaman hidup dan pembentukan ketrampilan penulis pandang lebih cocok sebagai media penanaman nilai – nilai kehidupan pada peserta didik. Oleh karena itu dalam pendidikan harus di tambahi dengan pendidikan yang dapat mengembangkan potensi dari peserta didik tersebut, diantaranya adalah pendidikan Ekstrakulikuler dan pengembangan diri. Dikalangan banayak pihak kegiatan Ekstrakulikuler dan pengembangan diri hanya di pandang sebelah mata karena menurut mereka pendidikan yang diajarkan hanyalah main-main dan bersenang-senang. Dalam hakikatnya pendidikan inilah yang menjadikan pendidikan Ekstrakulikuler menjadi sangat berarti karena di dalam kesenangan mereka bisa melatih kreativitas dan kemampuan peserta didik untuk mengembangkan olah fikir mereka. Pelatihan pengembangan diri dan kreatifitas sangat di perlukan untuk membentuk dan melihat potensi yang ada dalam peserta didik. Agar para pendidik bisa mengetahui kemampuan dan potensi yang terdapat pada siswa yang akan diberikan pelajatran.
1.2. Permasalahan Berdasarkan penjelasan di dalam latar belakang di atas, dapat difokuskan telaahnya pada 3 permasalahan. 1. Mengapa Ekstrakurikuler itu penting ? 2. Apakah yang menjadi inti dari kegiatan ekstrakurikuler ? 3. Apakah yang menjadi muatan dalam kegiatan ekstrakurikuler ? 1.3 Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut diantaranya : 1. Sebagai tugas terstruktur mata kuliah Pendidikan Kepramukaan semester II Sekolah Tinggi Islam Kendal tahun 2011 / 2012. 2. Menjelaskan tentang pengertian dan manfaat dari kegiatan Ekstrakulikuler. 3. Mengetahui apa saja yang terkandung dalam kegiatan Ekstrakulikuler yang ada dalam pendidikan. 4. Menjelaskan betapa pentingnya pendidikan informal dengan kegiatan formal pada umumnya. 1.4 Manfaat Adapun manfaat dari makalah ini adalah sebagai bahan acuan refrensi dan sumber informasi bagi pembaca untuk lebih mengenal dan mengetahui pentingnya kegiatan-kegiatan informal yang dapat melatih dan mengembangkan potensi peserta didik diantaranya dengan kegiatan ekstrakulikuler sebagai sarana untuk melatih mental, kedisiplinan dan tanggung jawab peserta didik.   2. PEMBAHASAN 2.1 Landasan Teoritis A. Pengertian Pendidikan Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, 1889 - 1959) menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu: “Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti ( karakter, kekuatan bathin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya”. John Stuart Mill (filosof Inggris, 1806-1873 M) menjabarkan bahwa Pendidikan itu meliputi segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang untuk dirinya atau yang dikerjakan oleh orang lain untuk dia, dengan tujuan mendekatkan dia kepada tingkat kesempurnaan. Pendidikan, menurut H. Horne, adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia. John Dewey, mengemukakan bahwa pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk untuk menghasilkan kesinambungan social. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup. Hal senada juga dikemukakan oleh Edgar Dalle bahwa Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat mempermainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa yang akan datang. Thompson mengungkapkan bahwa Pendidikan adalah pengaruh lingkungan terhadap individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap dalam kebiasaan perilaku, pikiran dan sifatnya. Ditegaskan oleh M.J. Longeveled bahwa Pendidikan merupakan usaha , pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak agar tertuju kepada kedewasaannya, atau lebih tepatnya membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Prof. Richey dalam bukunya ‘Planning for teaching, an Introduction to Education’ menjelaskan Istilah ‘Pendidikan’ berkenaan dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat terutama membawa warga masyarakat yang baru (generasi baru) bagi penuaian kewajiban dan tanggung jawabnya di dalam masyarakat. Ibnu Muqaffa (salah seorang tokoh bangsa Arab yang hidup tahun 106 H- 143 H, pengarang Kitab Kalilah dan Daminah) mengatakan bahwa : “Pendidikan itu ialah yang kita butuhkan untuk mendapatkan sesuatu yang akan menguatkan semua indera kita seperti makanan dan minuman, dengan yang lebih kita butuhkan untuk mencapai peradaban yang tinggi yang merupakan santaan akal dan rohani.” Plato (filosof Yunani yang hidup dari tahun 429 SM-346 M) menjelaskan bahwa Pendidikan itu ialah membantu perkembangan masing-masing dari jasmani dan akal dengan sesuatu yang memungkinkan tercapainya kesemurnaan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, 1991:232, tentang Pengertian Pendidikan, yang berasal dari kata "didik", Lalu kata ini mendapat awalan kata "me" sehingga menjadi "mendidik" artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Dari beberapa Pengertian Pendidikan diatas dapat disimpulkan mengenai Pendidikan, bahwa Pendidikan merupakan Bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain” (Langeveld). Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi. Pengertian Pendidikan. Pendidikan adalah proses pembelajaran yang didapat oleh setiap manusia (Peserta Didik) untuk dapat membuat manusia (Peserta Didik) itu mengerti, paham, dan lebih dewasa serta mampu membuat manusia (Peserta Didik) lebih kritis dalam berpikir. Pendidikan bisa diperoleh baik secarah formal dan nonformal. Pend. Formal diperoleh dalam kita mengikuti progam-program yang sudah dirancang secara terstruktur oleh suatu intitusi, departemen atau kementrian suatu Negara. Pend. non formal adalah pengetahuan yang didapat manusia (Peserta didik) dalam kehidupan sehari-hari (berbagai pengalaman) baik yang dia rasakan sendiri atau yang dipelajarai dari orang lain (mengamati dan mengikuti). B. Pengertian Ekstrakulikuler Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan pengayaan dan perbaikan yang berkaitan dengan program kokurikuler dan intrakurikuler. Kegiatan ini dapat dijadikan sebagai wadah bagi siswa yang memiliki minat mengikuti kegiatan tersebut. Melalui bimbingan dan pelatihan guru, kegiatan ekstrakurikuler dapat membentuk sikap positif terhadap kegiatan yang diikuti oleh para siswa. Kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti dan dilaksanakan oleh siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah, bertujuan agar siswa dapat memperkaya dan memperluas diri. Memperluas diri ini dapat dilakukan dengan memperluas wawasan pengetahuan dan mendorong pembinaan sikap atau nilai-nilai. Pengertian ekstrakurikuler menurut kamus besar bahasa Indonesia (2002:291) yaitu:”suatu kegiatan yang berada di luar program yang tertulis di dalam kurikulum seperti latihan kepemimpinan dan pembinaan siswa”. Kegiatan ekstrakurikuler sendiri dilaksanakan diluar jam pelajaran wajib. Kegiatan ini memberi keleluasaan waktu dan memberikan kebebasan pada siswa, terutama dalam menentukan jenis kegiatan yang sesuai dengan bakat serta minat mereka. Menurut Rusli Lutan (1986:72) ekstrakurikuler adalah: Program ekstrakurikuler merupakan bagian internal dari proses belajar yang menekankan pada pemenuhan kebutuhan anak didik. Antara kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler sesungguhnya tidak dapat dipisahkan, bahkan kegiatan ekstrakurikuler perpanjangan pelengkap atau penguat 8 kegiatan intrakurikuler untuk menyalurkan bakat atau pendorong perkembangan potensi anak didik mencapai tarap maksimum. Sehubungan dengan penjelasan tersebut, dapat penulis kemukakan bahwa kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang menekankan kepada kebutuhan siswa agar menambah wawasan, sikap dan keterampilan siswa baik diluar jam pelajaran wajib serta kegiatannya dilakukan di dalam dan di luar sekolah. Dalam setiap kegiatan yang dilakukan, pasti tidak lepas dari aspek tujuan. Kerena suatu kegiatan yang diakukan tanpa jelas tujuannya, maka kegiatan itu akan sia-sia. Begitu pula dengan kegiatan ekstrakurikuler tertentu memiliki tujuan tertentu. Mengenai tujuan kegiatan dalam ekstrakurikuler dijelasken oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1995: 2) sebagai berikut: Kegiatan ekstrakurikuler bertujuan agar: 1. Siswa dapat memperdalam dan memperluas pengetahuan keterampilan mengenai hubungan antara berbagai mata pelajaran, menyalurkan bakat dan minat, serta melengkapi upaya pembinaan manusia seutuhnya yang: a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa b. berbudi pekerti luhur c. memiliki pengetahuan dan keterampilan d. sehat rohani dan jasmani e. berkepribadian yang mentap dan mandiri f. memilki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan 2. siswa mampu memanfaatkan pendidikan kepribadian serta mengaitkan pengetahuan yang diperolehnya dalam program kurikulum dengan kebutuhan dan keadaan lingkungan. Dari penjelasan diatas pada hakeketnya tujuan kegiatan ekstrakurikuler yang ingin dicapai adalah untuk kepentingan siswa. Dengan kata lain, kegiatan ektrakurikuler memiliki nilai-nilai pendidikan bagi siswa dalam upaya pembinaan manusia seutuhnya. C. Kepribadian Mulia Istilah personality berasal dari kata latin “persona” yang berarti topeng atau kedok, yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemain panggung, yang maksudnya untuk menggambarkan perilaku, watak, atau pribadi seseorang. Bagi bangsa Roma, “persona” berarti bagaimana seseorang tampak pada orang lain. Menurut Agus Sujanto dkk (2004), menyatakan bahwa kepribadian adalah suatu totalitas psikofisis yang kompleks dari individu, sehingga nampak dalam tingkah lakunya yang unik. (Personality) Sedangkan personality menurut Kartini Kartono dan Dali Gulo dalam Sjarkawim (2006) adalah sifat dan tingkah laku khas seseorang yang membedakannya dengan orang lain; integrasi karakteristik dari struktur-struktur, pola tingkah laku, minat, pendiriran, kemampuan dan potensi yang dimiliki seseorang; segala sesuatu mengenai diri seseorang sebagaimana diketahui oleh orang lain. Allport juga mendefinisikan personality sebagai susunan sistem-sistem psikofisik yang dinamis dalam diri individu, yang menentukan penyesuaian yang unik terhadap lingkungan. Sistem psikofisik yang dimaksud Allport meliputi kebiasaan, sikap, nilai, keyakinan, keadaan emosional, perasaan dan motif yang bersifat psikologis tetapi mempunyai dasar fisik dalam kelenjar, saraf, dan keadaan fisik anak secara umum. Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan suatu susunan sistem psikofisik (psikis dan fisik yang berpadu dan saling berinteraksi dalam mengarahkan tingkah laku) yang kompleks dan dinamis dalam diri seorang individu, yang menentukan penyesuaian diri individu tersebut terhadap lingkungannya, sehingga akan tampak dalam tingkah lakunya yang unik dan berbeda dengan orang lain.   2.2 Pembahasan Masalah 1. Mengapa Ekstrakurikuler itu penting ? Pengembangan kegiatan ekstrakurikuler merupakan bagian dari pengembangan institusi sekolah. Berbeda dari pengaturan kegiatan intrakurikuler yang secara jelas disiapkan dalam perangkat kurikulum, kegiatan ekstrakurikuler lebih mengandalkan inisiatif sekolah. Secara yuridis, pengembangan kegiatan ekstrakurikuler memiliki landasan hukum yang kuat, karena diatur dalam Surat Keputusan Menteri yang harus dilaksanakan oleh sekolah. Salah satu Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI no 125/U/2002 tentang Kalender Pendidikan dan Jumlah Jam Belajar Efektif di Sekolah. Pengaturan kegiatan ekstrakurikuler dalam keputusan ini terdapat pada Bab V pasal 9 ayat 2 : ”Pada tengah semester 1 dan 2 sekolah melakukan kegiatan olah raga dan seni (Porseni), Karyawisata, lomba kreativitas atau praktek pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan bakat, kepribadian, prestasi dan kreativitas siswa dalam rangka mengembangkan pendidikan anak seutuhnya.” Dalam bagian lampiran Keputusan Mendiknas ini juga dinyatakan bahwa ”Liburan sekolah atau madrasah selama bulan ramadhan diisi dan dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang diarahkan pada peningkatan akhlak mulia, pemahaman atau amaliah agama termasuk kegiatan ekstrakurikuler lainnya yang bermuatan moral. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia, terutama bagi perkembangan dan perwujudan diri individu dalam pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu bangsa bergantung kepada cara kebudayaan bangsa tersebut mengenali, menghargai dan memanfaatkan sumber daya manusia dan dalam hal ini berkaitan erat dengan kualitas pendidikan yang diberikan kepada masyarakatnya, yaitu kepada peserta didik. 2. Apakah kegiatan ekstrakulikuler berpengaruh pada pola fikir peserta didik ? Proses pembelajaran di sekolah seharusnya memperhatikan kebermaknaan dalam belajar, artinya apa yang bermakna bagi siswa menunjuk pada dunia minatnya (center of interest). Pelaksanaan pembelajaran di sekolah saat ini harus bertujuan mengembangkan potensi siswa melalui : (1) Olah hati, untuk memperteguh keimanan dan ketakwaan, meningkatkan akhlak mulia, budi pekerti, atau moral, membentuk kepribadian unggul, membangun kepemimpinan dan entrepreneurship; (2) Olah pikir untuk membangun kompetensi dan kemandirian ilmu pengetahuan dan teknologi; (3) Olah rasa untuk meningkatkan sensitifitas, daya apresiasi, daya kreasi, serta daya ekspresi seni dan budaya; dan (4) Olah raga untuk meningkatkan kesehatan, kebugaran, daya tahan, dan kesiapan fisik serta ketrampilan kinestetis. (Renstra Depdiknas Tahun 2005 – 2009, 2005: 15). Tetapi pada kenyataannya, pelaksanaan pendidikan di sekolah selama ini lebih menekankan pada hafalan konten/isi pelajaran yang kurang bermakna bagi dirinya. Hegemoni Ujian Akhir Nasional dan Status sekolah saat ini semakin mendorong proses belajar mengajar di sekolah lebih mengejar kuantisasi aspek kognitif saja. Pembinaan dan penyediaan sarana pengembangan aspek afektif (nilai moral dan sosial) dan psikomotor (ketrampilan) kurang mendapatkan perhatian. Artinya perwujudan tujuan pendidikan yang membentuk manusia yang seutuhnya akan semakin jauh untuk dapat tercapai. Kondisi ini sesuai dengan adanya hasil survei dan penelitian yang menunjukkan bahwa pendidikan formal terlalu menekankan pada perkembangan mental intelektual semata-mata, dan kurang memperhatikan perkembangan afektif (sikap dan perasaan) serta psikomotor (ketrampilan) (Utami Munandar, 1992 : 87). Kegiatan ekstra kurikuler yang diselenggarakan di luar jam pelajaran, selain membantu siswa dalam pengembangan minatnya, juga membantu siswa agar mempunyai semangat baru untuk lebih giat belajar serta menanamkan tanggung jawabnya sebagai warga negara yang mandiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Miller Mayeer yang dikutip oleh Tim Dosen IKIP Malang yang mengatakan bahwa : Keikutsertaan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler akan memberikan sumbangan yang berarti bagi siswa untuk mengembangkan minat-minat baru, menanamkan tanggung jawab sebagai warga negara, melalui pengalaman-pengalaman dan pandangan-pandangan kerja sama, dan terbiasa dengan kegiatan-kegiatan mandiri (1988 ; 124). 3. Apakah yang menjadi muatan dalam kegiatan ekstrakurikuler a. Pendidikan Budi Pekerti Pendidikan budi pekerti memiliki makna yang sama dengan pendidikan moral, pendidikan karakter, pendidikan akhlak dan pendidikan nilai. Pendidikan budi pekerti merupakan pendidikan nilai-nilai luhur yang berakar dari agama, adat istiadat dan budaya bangsa Indonesia dalam rangka mengembangkan kepribadian peserta didik supaya menjadi manusia yang baik. Secara umum, ruang lingkup pendidikan budi pekerti adalah penanaman dan pengembangan nilai, sikap dan perilaku peserta didik sesuai dengan nilai-nilai budi pekerti luhur. Pendidikan budi Pekerti memiliki kesamaan orientasi dengan pendidikan moral. Hal ini karena komitmen pendidikan moral merupakan sebuah komitmen tentang langkah-langkah yang seharusnya dilakukan oleh seseorang pendidik pada nilai-nilai dan kebijakan yang akan membentuknya menjadi manusia yang baik. Pendidikan moral adalah pekerjaan membimbing generasi muda untuk secara sukarela mengikatkan pada norma-norma atau nilai-nilai. Diharapkan, pendidikan moral akan embentuk kapasitas intelektual generasi muda yang memungkinkan mereka untuk membuata keputusan bertanggung jawab atas hal atau permasalahan rumirt yang dihadapinya dalam kehidupan. Menurut Leckona ( 1992), pendidikan karakter yang benar harus melibatkan aspek " knowing the good" ( Moral Knowing ). "Desiring the good" atau " loving the good " ( Moral feeling ) dan "Acting the good" ( moral Action ). Sebab tanpa melibatkan tiga aspek tersebut manusia akan sama seperti robot yang terindoktrinasi oleh suatu paham. Munculnya perbuatan moral ini juga di dorong oleh tiga aspek lain : competence ( kompetensi ), Will ( keinginan ), dan Habit ( kebiasaan ). b. Metode dan Pendekatan penanaman Nilai Budi Pekerti Secara teoritis, keberhasilan proses pendidikan budi pekerti antara lain dipengaruhi oleh ketetapan seseorang guru dalam memiliki dan mengaplikasikan metode-metode penanaman nilai-nilai budi pekerti. Pendidikan budi pekerti di era modern sudah tidak memadai lagi jika hanya diajarkan dengan metode pembelajaran secara tradisional yang cenderung didasari asumsi bahwa peserta didik memiliki kebutuhan yang sama, belajar dengan cara yang sama dan pada yaktu yang sama, dalam ruang kelas yang tenang, dengan kegiatan materi pembelajaran yang tersetruktur secara ketat dan didominasi oleh guru. Metode pembelajaran tradisional tersebut dinilai tidak mampu mencapai tujuan Pendidikan karena kurang mengakomodir kelangsungan pengalaman peserta didik yang diperoleh dalam kehidupan keluargannya. Padahal, peserta didik khususnya pada usia sekolah dasar masih mendambakan bahwa kelangsungannya pengalaman di lingkungan keluarga di dapat dialami pula di sekolah. Pengalaman anak yang masih global tentu menuntut penerapan model pembelajaran yang relevan dangan karakteristik mereka. Menurut penulis, proses penananman nilai-nilai budi pekerti yang dianggap cocok untuk anank-anak adalah model pembelajaran yang didasarkan pada interaksii social ( metode interaksi ) dan transaksi. Model pembelajaran interaksional ini dilaksanakan dengan berlansdaskan prinsip-prinsip : a. Melibatkan peserta didik secara aktif dalam belajra b. Mendasarkan pada perbedaaan individu c. Mengaitkan teori dengan praktik d. Mengembangkan komunikasi dan kerjasama dalam belajar e. Meningkatkan keberanian peserta didik dalam mengambil risiko dan belajar dari kesalahan f. Meningkatkan belajar sambil berbuat dan bermain, dan g. Menyesuaikan pelajaran dengan taraf perkembangan kongnitif yang masih pada taraf operasi konkret. Nilai-nilai social perlu menjad materi pendidikan budi pekerti karena menjadi fondasi penting bagi pembangunan bangsa. Nilai-nilai social memberikan pedoman bagi warga masyarakat untuk hidup berkasih dengan sesama manusia, hidup harmonis, hidup disiplin, hidup berdemokrasi, dan hidup bertanggung jawab. Sebaliknya, tanpa nilai-nilai social, suatu masyarakat dan Negara tidak akan memperoleh kehidupan yang harmonis dan demokratis. Dengan demikian, nilai-nilai social tersebut mempunyai kedudukan yang sangat penting bagi masyarakat, bangsa dan negara. Nilai-nilai social terdiri atas benerapa sub nilai, yaitu: 1. Loves ( kasih sayang ) yang terdiri atas pengabdian, tolong menolong, kekeluargaan, kesetiaan, dan kepedulian. 2. Responsibility ( tanggung jawab ) yang terdiri atas nilai rasa memiliki, disiplin, dan empati. 3. Life harmony ( keserasian hidup ) yang terdiri atas nilai keadilan, toleransi, kerjasama, dan demokrasi, Dengan demikian, tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan penanaman nilai ada dua. Pertama di terimanya nilai-nilai social tertentu oleh peserta didik. Kedua, berubahnya nilai-nilai peserta didik yang tidak sesuai dengan nilai-nilai social yang diinginkan. Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan pendekatan penanaman nilai antara lain : keteladanan, penguatan positif dan negative, simulasi, permainan peranan, dan lain-lain. Hal yang sangat penting dalam program pendidikan adalah mengembangkan keterampilan peserta didik dalam melakukann prosesi menilai. Guru bukan lagi difungsikan sebagia pengajar nilai, melainkan sebagai role model dan pendorong. Peranana guru adalah mendorong peserta didik dengan pertanyaan-pertanyaan yang relevan untuk mengembangkan keterampilan peserta didik dalam melakukan proses menilai. Visi utama pendidikan budi pekerti adalah untuk melakukan transfer dan trasnmisi system nilai yang memungkinkan peserta didik mengalami perubahan sikap, sifat dan perilaku secara lebih positif. Sebagai implikasinya untuk memperlunak kebekuan dan mencairkan kekakuan keagamaan dan masing masing agama dan budaya belum dianggap terlalu penting untuk diiringi kearah pendidikan. Mulai dari segi materi sampai metodologi yang diajarkan di sekolah, pesantren, seminar, dan masyarakat umumnya memiliki kecenderungan untuk mengajarkan ilmu agama secara persial ( kulitnya saja ). Materi pendidikan agama misalnya lebih focus pada upaya mengurusi masalah private affairs ( al ahwal al syaihsiah ) tentang masalah keyakinan seorang hamba pada tuhannya face to face. Seakan masalah surge atau kebahagiaan hanya dapat diperoleh dengan ibadah atau aqidah saja. Sebaliknya pendidikan keagamaan kurang peduli denganisu-isu umum ( al ahwal al ummah ) semacam sikap anti korupsi, waajibnya transformasi soaial, dan kepedulian terhadap sesama. Fenomena di atas tentu saja patut disesalkan. Pasalnya, saat ini konsep pendidikan multikulturalisme yang yang berintikan penekanan upaya interlisasi dan karakterisasi sikap toleran terhadap parbedaan agama, ras, suku, adat dan lain-lain di kalangan peserta didik sangat kita butuhkan. Alasannya, kondisi situasi bangsa saat ini belum benar-benar steril dari ancaman konflik etnis dan agama, radikalisme agama, saparatisme, dan disintregasi bangsa. Di samping itu kita juga telah berkomitmen untuk mewujudkan tatanan masyarakat Indonesia baru yang lebih toleran dan dapat menerima dan memberi di dalam perbedaan budaya ( multicultural ), demokratis dalam hidupnya ( democratization ), maupun menegakkan keadilan dan hukum ( law enforcement ) memiliki kebanggaan diri baik secara individu maupun kolektif ( human dignity ) serta mendasarkan diri pada kehidupan beragama dalam dalam pergaulan ( religionism).   3. PENUTUP 3.1 Simpulan Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia, terutama bagi perkembangan dan perwujudan diri individu dalam pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu bangsa bergantung kepada cara kebudayaan bangsa tersebut mengenali, menghargai dan memanfaatkan sumber daya manusia dan dalam hal ini berkaitan erat dengan kualitas pendidikan yang diberikan kepada masyarakatnya, yaitu kepada peserta didik. Proses pembelajaran di lembaga penyelenggara pendidikan haruslah mengembangkan apa yang menjadi minat dan bakat bagi peserta didiknya. Pembelajaran di sekolah saat ini haruslah bertujuan mengembangkan potensi siswa melalui Olah hati, Olah pikir, olah rasa dan olah raga. Artinya perwujudan tujuan pendidikan yang membentuk manusia yang seutuhnya akan semakin jauh untuk dapat tercapai. Kondisi ini sesuai dengan adanya hasil survei dan penelitian yang menunjukkan bahwa pendidikan formal terlalu menekankan pada perkembangan mental intelektual semata-mata, dan kurang memperhatikan perkembangan afektif (sikap dan perasaan) serta psikomotor (ketrampilan). Kegiatan ekstra kurikuler yang diselenggarakan di luar jam pelajaran, selain membantu siswa dalam pengembangan minatnya, juga membantu siswa agar mempunyai semangat baru untuk lebih giat belajar serta menanamkan tanggung jawabnya sebagai warga negara yang mandiri. Dalam kegiatan ekstrakulikuler tersebut harus juga mengandung pendidikan-pendidikan yang menjadi dasar nilai dari pendidikan tersebut. Seperti pendidikan budi pekerti dan penanaman budi pekerti untuk membentuk manusia yang yang bermoral, berkarakter, berakhlak dan bernilai sosial yang tinggi dalam masyarakat. Hal yang sangat penting dalam program pendidikan adalah mengembangkan keterampilan peserta didik dalam melakukann prosesi menilai. Guru bukan lagi difungsikan sebagia pengajar nilai, melainkan sebagai role model dan pendorong. Peranana guru adalah mendorong peserta didik dengan pertanyaan-pertanyaan yang relevan untuk mengembangkan keterampilan peserta didik dalam melakukan proses menilai. 3.2 Saran Dalam hal ini penyusun ingin memberikan saran-saran kepada lembaga penyelenggara pendidikan. Karena dari sinilah pendidikan formal dan informal di dapat dan di realisasikan dengan manajemen dan kualifikasi dalam hal untuk mencerdasakan masyarakat. Sejatinya dunia pendidikan bukanlah ajang untuk menjdikan peserta didik sebagai orang yang di ajar melainkan orang yang mendapatkan pembelajaran. Maka dalam pendidikan tersebut juga harus ada metode dan kiat khusus untuk menjadikan peserta didik mengembangkan bakat dan minantnya serta ber tingkah laku dan mempunyai karakter yang berbeda dengan masing - masing orang. Pendidikan ekstrakulikuler inilah yang bisa menjadikan suatu rujukan dan jalan keluar jika di manfaatkan dan di programkan untuk penguasaan dan pengembangkan karakter, moral dan kreatifitas dari peserta didik itu sendidri. Karena di dalam pendidikan ekstrakulikuler sudah terdapat kualifikasi pengembangan moral dan karakter untuk pengembangan peserta didik.

Komentar

Postingan Populer